Tak kuacuhkan
sang bayu yang menampar raga, hingga mememarkan pikiran ini. Paruku sesak pula
olehnya yang tersesat, memenuhi organ respirasi makhluk malam.
Aku terduduk
di sini. Di tempat yang sama ketika aku duduk berdua dengannya. Malam terasa
sama. Gelap, dingin, sunyi, tanpa bintang. Bedanya, kini aku duduk seorang
diri. Hanya kuda hitam yang setia menanti majikannya -sang pangeran-– lah yang
tahu kegalauan hatiku. Namun kuda itu tak jauh beda dengan malam, dingin dan
beku. Yang dia tahu hanyalah menunggu sang pangeran membunuh sadis waktu-waktu
di sekelilingnya demi bersama sang puteri.
Hmm, apa
majikanmu itu tak bosan? Hampir tiap hari kulihat kau menungguinya di sana, di
depan garasi rumah sang puteri. Andai aku seekor kuda juga, pasti akan kuajak
kau mampir ke kandangku. Aku tak tega melihatmu selalu menunggu sendirian. Oh, Megapro
hitam