Siang itu, langit
yang tadinya mendung mendadak tidak jadi mendung, karena seekor kodok masuk ke
rumahku. Ukurannya enam kali lebih besar dibanding kodok pada umumnya. Warna kulitnya
hijau bercampur kuning. Anehnya, dia memakai pita pink di lehernya. Sebenarnya
aku sedikit jijik dengan kodok, tapi aku sama sekali tidak merasa takut ketika
dia meloncat ke pangkuanku dan menatapku lama. Beberapa detik pertama, aku ragu
untuk menyentuhnya. Tapi kodok itu terus mendekatiku. Aku menyentuhnya setelah
si pawang meyakinkanku bahwa kodok itu aman. Baiklah, ternyata kodok itu tidak
terlalu buruk, bahkan aku memeluknya. Kata si pawang, kodok itu senang sekali
setelah aku peluk. Meski sambil tertawa menanggapinya, aku percaya dengan kata
si pawang.
Sunday, 23 February 2014
Saturday, 8 February 2014
Time
aku cuma minta sedikit, tapi dikasih banyak.
ngga tau harus gimana makasihnya.
tapi aku ga pinter makenya.
gimana nih? jadi banyak yang kebuang.
maaf ya.
makasih banget loh.
lain kali kalo ngasih jangan banyak-banyak.
nanti aku jadi eneg.
makasih :*
Labels:
ngalor ngidul
Sunday, 2 February 2014
Tentang Aku, Amar, dan Sabrina
Sebelumnya aku selalu menolak,
ketika Amar* mengajakku berteman. Aku selalu berusaha pergi menjauhinya begitu
ia tersenyum padaku. Tapi suatu hari, Sabrina*, sahabatku, meninggalkanku sendiri. Katanya,
ia sangat lapar. Ia ingin membeli beberapa makanan untuk disantap. Sebenarnya
aku takut, meski Sabrina bilang, ia tidak akan lama meninggalkanku. Akhirnya
dengan berat hati aku mengiyakan permintaan Sabrina untuk pergi. Aku tidak ingin
tubuhnya makin kurus kering karena tidak makan berhari-hari. Duduklah aku
seorang diri dengan perasaan tak menentu menunggu Sabrina kembali. Satu jam. Tiga jam.
Enam jam. Tujuh jam. Aku masih mencoba tetap menunggu meski tanpa teman. Pada
jam kedelapan, seseorang muncul dari kejauhan. Aku berdiri bahagia
menyambutnya. Tapi dia bukan Sabrina. Amar-lah yang datang. Aku sedih, kenapa
malah Amar yang datang di saat seperti ini?
Labels:
hati-hati
Subscribe to:
Posts (Atom)