Pages

Thursday, 19 February 2015

Bu Guru, we need you..

Beberapa waktu lalu, saya mendampingi tiga anak mengikuti English debate yang diadakan sebuah lembaga berbasis Nadhlatul Ulama (NU). Memang saya bukan guru mereka, tapi sejak awal memang saya-lah yang menemani mereka mempersiapkan diri menghadapi lomba. Sehingga mereka juga menginginkan saya hadir pada acara perlombaan.

Sesampainya di sekolah tempat diadakannya lomba, banyak orang memandang saya dengan sedikit bingung lantaran hanya saya yang tidak memakai seragam warna hijau, yang merupakan seragam resmi mereka yang tergabung di bawah naungan lembaga ini. Namun sebenarnya tidak ada yang mempersoalkan. Hanya saja saya merasa agak sedikit lucu ketika para guru wanita (yang sudah saling mengenal dan sama-sama menunggui murid mereka yang mengikuti lomba) berkumpul di pojok dan asyik mengobrol sambil beberapa kali melihat ke arah saya. Tapi tidak masalah karena saya sudah mengajak serta seorang teman yang juga bukan guru :) hihi

Dari 3 kali mendampingi anak debat, tim kali ini terlihat lebih siap dan percaya diri, maka saya sedikit tenang dan tidak terlalu kesulitan dalam menemani mereka persiapan lomba. Terbukti, pada babak penyisihan, mereka terlihat sangat menguasai materi dan lancar dalam menyampaikan pendapat. Saya sangat bangga dengan mereka. Meski kemudian, mereka gagal masuk babak selanjutnya dikarenakan nilai mereka tidak masuk 4 besar tertinggi.

Saat lomba tadi, panitia membagi peserta ke dalam 2 ruang berbeda untuk menghemat waktu. Tim kami berada di ruang 2. Sebenarnya agak lucu juga mengetahui bahwa keempat peserta yang masuk 4 besar seluruhnya berasal dari ruang 1. Apalagi juri di 2 ruangan ini juga berbeda. Meski sudah ada standar penilaian dari panitia, namun tetap saja tingkat objektivitas tiap juri berbeda-beda. Jadi pasti standar penilaian antara juri ruang 1 dan ruang 2 berbeda. Awalnya kami sempat complain karena rasanya kurang fair, tapi panitia terus menjelaskan bahwa sudah ada standar penilaian yang baku. Hingga akhirnya kami iya-kan saja.

Namun begitu, sesungguhnya kami menerima kekalahan dengan lapang dada. Apalagi saya. Saya sepenuhnya sadar, bahwa mereka yang masuk ke tahap 4 besar adalah tim yang benar-benar well prepared. Bahkan ada pula yang langganan juara bertahan. Tentu saja keberhasilan mereka merupakan hasil campur tangan guru.

Tugas guru yaitu memilih siswa yang memang memiliki bakat di bidangnya, kemudian melatihnya sedemikian rupa hingga muridnya benar-benar siap dalam menghadapi lomba. Beberapa sekolah bahkan sudah memiliki ekstrakulikuler English debate. Tujuannya agar siswa terbiasa berlatih bertukar pendapat dalam bentuk debat. Tentu akan lebih mudah pula ketika siswa akan menghadapi lomba. Mereka tidak perlu ngoyo berlatih mendekati hari perlombaan.

Tugas guru selanjutnya adalah mendampingi siswa dalam perlombaan. Semandiri apapun siswa, mereka tetap merasa tenang, senang dan aman jika didampingi oleh guru mereka. Memastikan siswa tidak kelaparan selama perlombaan juga seharusnya menjadi tanggung jawab guru pendamping. Siswa pasti akan kesulitan berkonsentrasi ketika kelaparan dan kehausan. Jadi sebaiknya bekal makanan harus dipersiapkan juga.

Guru tidak hanya bertugas mengajar di dalam kelas, tapi juga ikutserta dalam kegiatan seperti ini. Bagaimana mungkin siswa dapat berprestasi mengahrumkan nama sekolah jika guru-gurunya saja tidak peduli dengan muridnya? Sejujurnya saya prihatin dengan nasib ketiga adik saya ini. Guru mereka terkesan lepas tangan dan mau terima beres saja. Menyerahkan kewajibannya pada orang lain yang bukan siapa-siapa (dalam hal ini saya). Meski saya tidak keberatan menemani mereka, tapi rasa miris itu selalu hadir ketika melihat siswa-siswi lain didampingi dan diperhatikan guru-gurunya. 

Dalam hati saya berjanji tidak akan seperti itu jika suatu hari saya menjadi guru. Saya tidak suka sekali dengan alasan “tidak sempat” yang sering digunakan guru untuk menghindari kewajibannya. Bukankah guru juga yang akan bangga jika anak didiknya berhasil menjuarai suatu lomba? Jadi, ayolah bapak dan ibu guru terhormat, sayangi dan perhatikan anak didik Anda. Merekalah bukti keberhasilan Anda dalam mengajar dan mendidik.

No comments:

Post a Comment

mau beri komentar, kritik atau saran, monggo...
komentar Anda sangat berarti :)