Pages

Tuesday 12 February 2013

Suatu hari


Akan ada hari, dimana kau hanya bisa menatap pedih foto kita berdua. Aku dan kamu tersenyum, pada siapa saja yang memandang foto kita. Pada saat itu, entah apa yang ada di benakmu. Mungkin saja kau merasa separuh jiwa dan hidupmu ikut terkubur bersama jasadku. Namun bukan itu harapanku. Tentu saja aku akan bahagia saat kau perlahan mengikhlaskan kepergianku. Mendoakanku, mengampuni segala kekhilafan selama hidupku mendampingimu.

Entah berapa lama aku akan tetap hidup di sanubarimu. Dulu kau selalu bilang: aku mencintaimu sampai kapanpun. Apakah kini masih tersisa cintamu itu? Aku sadar betul, kau manusia biasa Mas. Aku juga tak mungkin tega membiarkanmu sendiri dan kesepian di masa tuamu. Jika ternyata selepas kepergianku kau menemukan seseorang yang mau menemani dan merawatmu dengan tulus, aku rela. Suatu saat nanti, jika Tuhan mempertemukan kami, aku pasti akan sangat berterimakasih padanya, yang telah menjagamu dengan baik.

**
Kamis sore ini kudapati pusaraku wangi oleh taburan bunga yang kau petik dari pekarangan rumah kita. Kupikir dulu kau tak suka bunga. Ternyata kini mereka tumbuh indah bermekaran di tanganmu. Aku bangga padamu Mas. Seperti biasa, kau juga melantunkan do’a untukku, hingga aku merasa sejuk dan damai di tempatku kini.

Tak terasa, hampir tujuh tahun sudah aku meninggalkanmu. Di rumah, anak-anak dan cucu kita berkumpul, mempersiapkan pengajian rutin. Kau tampak larut dalam kesibukan. Hingga akhirnya kau kelelahan dan terlelap seiring rembulan mengingatkan matahari untuk bersiap menyinari dunia.

**

Suatu hari di malam Ramadhan, seorang malaikat manghampiriku dan memberitahuku: seseorang ingin berjumpa denganmu. Akupun mengenakan hijabku, kemudian segera mengikuti malaikat tadi. Ternyata itu kau Mas. Kau tersenyum padaku, kau sangat tampan. Aku masih belum percaya bahwa itu kau. Kemudian kau memelukku, diiringi tatapan iri para malaikat. Kehangatan dan kenyamanan, meresap perlahan ke tiap sel tubuhku. Perasaan damai yang hanya bisa kudapatkan lewat pelukanmu. Tak terasa butiran hangat meleleh di pipiku. Tuhan menyatukan kita kembali, di sini. Di keabadian. Dan lihatlah, wajah anak-anakmu yang bercahaya. Mereka, anak soleh-solehah, yang tak henti mendoakan kedua orangtuanya.
Subhanallah_

1 comment:

mau beri komentar, kritik atau saran, monggo...
komentar Anda sangat berarti :)