Akan ada hari, dimana kau hanya bisa menatap pedih foto kita
berdua. Aku dan kamu tersenyum, pada siapa saja yang memandang foto kita. Pada
saat itu, entah apa yang ada di benakmu. Mungkin saja kau merasa separuh jiwa
dan hidupmu ikut terkubur bersama jasadku. Namun bukan itu harapanku. Tentu
saja aku akan bahagia saat kau perlahan mengikhlaskan kepergianku. Mendoakanku,
mengampuni segala kekhilafan selama hidupku mendampingimu.
Entah berapa lama aku akan tetap hidup di sanubarimu. Dulu
kau selalu bilang: aku mencintaimu sampai kapanpun. Apakah kini masih tersisa
cintamu itu? Aku sadar betul, kau manusia biasa Mas. Aku juga tak mungkin tega
membiarkanmu sendiri dan kesepian di masa tuamu. Jika ternyata selepas
kepergianku kau menemukan seseorang yang mau menemani dan merawatmu dengan
tulus, aku rela. Suatu saat nanti, jika Tuhan mempertemukan kami, aku pasti
akan sangat berterimakasih padanya, yang telah menjagamu dengan baik.
**
Tak terasa, hampir tujuh tahun sudah aku meninggalkanmu. Di
rumah, anak-anak dan cucu kita berkumpul, mempersiapkan pengajian rutin. Kau
tampak larut dalam kesibukan. Hingga akhirnya kau kelelahan dan terlelap
seiring rembulan mengingatkan matahari untuk bersiap menyinari dunia.
**
Suatu hari di malam Ramadhan, seorang malaikat manghampiriku
dan memberitahuku: seseorang ingin berjumpa denganmu. Akupun mengenakan
hijabku, kemudian segera mengikuti malaikat tadi. Ternyata itu kau Mas. Kau
tersenyum padaku, kau sangat tampan. Aku masih belum percaya bahwa itu kau.
Kemudian kau memelukku, diiringi tatapan iri para malaikat. Kehangatan dan
kenyamanan, meresap perlahan ke tiap sel tubuhku. Perasaan damai yang hanya
bisa kudapatkan lewat pelukanmu. Tak terasa butiran hangat meleleh di pipiku.
Tuhan menyatukan kita kembali, di sini. Di keabadian. Dan lihatlah, wajah anak-anakmu
yang bercahaya. Mereka, anak soleh-solehah, yang tak henti mendoakan kedua
orangtuanya.
Subhanallah_
hope would be real
ReplyDelete