Lanjutan dari: Es Lilin
Perjalanan
pulang menyebrangi lautan tak semulus perjalanan berangkat tadi. Karena hari semakin sore, gelombang laut
menjadi lebih besar, ditambah lagi penumpang yang kali ini lebih banyak.
Menjadikan perahu terombang-ambing sempurna. Kami duduk di belakang bagian
tengah, dekat mesin diesel perahu ini. Aku merasa beruntung tidak duduk di
tepi. Karena beberapa kali air laut menghantam perahu, hingga percikan air
mengenai wajah para penumpang. Dan yang paling banyak menikmati asinnya air
laut adalah mereka yang duduk di tepi perahu.
Jeritan
keras dari gadis-gadis berbadan besar di barisan depan muncul berkala, seiring
percikan air yang semakin banyak mengenai wajah mereka. Seperti naik wahana di
dunia fantasi saja. Ibu paruh baya yang duduk di sebelah kananku juga sudah
memasang wajah ngeri sambil sesekali tertawa menghibur diri. Anak kecil yang
daritadi berdiri di depan ibu itu, sudah pindah ke pangkuan ibunya, di depanku,
yang tak tega melihat baju anaknya semakin basah. Ekspresi adik kecil itu juga
berubah takut, padahal tadinya dia tersenyum lebar.
Gadis
penuh make-up di depanmu terlihat jengkel tiap kali air laut mendarat di
wajahnya. Mungkin ia takut make-up nya luntur. Buru-buru ia mengambil tisu dari
tas dan menyeka wajahnya dengan hati-hati. Kemudian memilih melengos
menghindari air, menutup wajahnya dengan tisu sepanjang perjalanan. Pasangan
berkaos couple Jogja warna merah yang duduk di tepian belakang perahu entah seperti
apa ekspresinya, tapi sepertinya mereka menikmati perjalanan ini. Sama seperti
dua temannya yang juga berbaju couple Jogja warna merah yang memilih duduk di
pojok depan. Mereka terlihat kalem, tidak heboh.
Di
belakangnya, seorang lelaki memutuskan melepas sweater motif tentaranya karena
sudah basah kuyup. Di belakang lelaki itu, seorang asisten laki-laki yang setia
dengan payung besarnya, ditertawai oleh rombongannya karena wajahya mulai basah
kuyup oleh air laut. Ibu paruh baya di sebelahku termasuk pula dalam
rombongannya. Di belakang asisten, seorang bapak heboh menunjuk-nunjuk perahu
kecil nelayan yang terombang-ambing oleh ombak yang makin besar. Si bapak
terlihat cemas, atau mungkin merasa lebih beruntung karena tidak berada di atas
perahu kecil dan rapuh seperti itu. Entahlah, yang jelas ia mengamati dua
nelayan itu hingga menoleh cukup lama. Semuanya terlihat khawatir dan memilih
diam. Gadis-gadis yang tadi menjerit juga sepertinya mulai lelah.
Tapi
alih-alih merasa takut, aku malah tertawa lepas. Seru sekali rasanya. Meski aku
juga tak luput dari siraman air laut. Aku memejamkan mata tiap kali air
mengenai wajahku, menyekanya dengan ujung jilbab pink fantaku, kemudian
memandangmu. Tertawa lagi. Begitu seterusnya. Aku semakin ingin tertawa saat
melihatmu yang sedang asyik menikmati makanan ringan harus disembur air laut.
Sebagian jaketmu sudah basah, rambutmu terlihat kaku dan acak-acakan. Ekspresi
mukamu membuatku tertawa. Dan kau kemudian juga tertawa.
Ketika mesin perahu
dimatikan, ibu di sampingku langsung mengucap syukur berkali-kali. Rupanya ia
begitu cemas akan keselamatan dirinya. Aku dan kamu menimpali ekspresi serius
ibu tadi dengan guyonan, “kan seru Bu.” Ibu tadi memasang muka tidak setuju dan
kita tertawa olehnya :D
No comments:
Post a Comment
mau beri komentar, kritik atau saran, monggo...
komentar Anda sangat berarti :)