Pages

Saturday, 5 April 2014

Gelombang ~

Lanjutan dari: Es Lilin

Perjalanan pulang menyebrangi lautan tak semulus perjalanan berangkat tadi.  Karena hari semakin sore, gelombang laut menjadi lebih besar, ditambah lagi penumpang yang kali ini lebih banyak. Menjadikan perahu terombang-ambing sempurna. Kami duduk di belakang bagian tengah, dekat mesin diesel perahu ini. Aku merasa beruntung tidak duduk di tepi. Karena beberapa kali air laut menghantam perahu, hingga percikan air mengenai wajah para penumpang. Dan yang paling banyak menikmati asinnya air laut adalah mereka yang duduk di tepi perahu.

Jeritan keras dari gadis-gadis berbadan besar di barisan depan muncul berkala, seiring percikan air yang semakin banyak mengenai wajah mereka. Seperti naik wahana di dunia fantasi saja. Ibu paruh baya yang duduk di sebelah kananku juga sudah memasang wajah ngeri sambil sesekali tertawa menghibur diri. Anak kecil yang daritadi berdiri di depan ibu itu, sudah pindah ke pangkuan ibunya, di depanku, yang tak tega melihat baju anaknya semakin basah. Ekspresi adik kecil itu juga berubah takut, padahal tadinya dia tersenyum lebar.

Gadis penuh make-up di depanmu terlihat jengkel tiap kali air laut mendarat di wajahnya. Mungkin ia takut make-up nya luntur. Buru-buru ia mengambil tisu dari tas dan menyeka wajahnya dengan hati-hati. Kemudian memilih melengos menghindari air, menutup wajahnya dengan tisu sepanjang perjalanan. Pasangan berkaos couple Jogja warna merah yang duduk di tepian belakang perahu entah seperti apa ekspresinya, tapi sepertinya mereka menikmati perjalanan ini. Sama seperti dua temannya yang juga berbaju couple Jogja warna merah yang memilih duduk di pojok depan. Mereka terlihat kalem, tidak heboh.

Di belakangnya, seorang lelaki memutuskan melepas sweater motif tentaranya karena sudah basah kuyup. Di belakang lelaki itu, seorang asisten laki-laki yang setia dengan payung besarnya, ditertawai oleh rombongannya karena wajahya mulai basah kuyup oleh air laut. Ibu paruh baya di sebelahku termasuk pula dalam rombongannya. Di belakang asisten, seorang bapak heboh menunjuk-nunjuk perahu kecil nelayan yang terombang-ambing oleh ombak yang makin besar. Si bapak terlihat cemas, atau mungkin merasa lebih beruntung karena tidak berada di atas perahu kecil dan rapuh seperti itu. Entahlah, yang jelas ia mengamati dua nelayan itu hingga menoleh cukup lama. Semuanya terlihat khawatir dan memilih diam. Gadis-gadis yang tadi menjerit juga sepertinya mulai lelah.

Tapi alih-alih merasa takut, aku malah tertawa lepas. Seru sekali rasanya. Meski aku juga tak luput dari siraman air laut. Aku memejamkan mata tiap kali air mengenai wajahku, menyekanya dengan ujung jilbab pink fantaku, kemudian memandangmu. Tertawa lagi. Begitu seterusnya. Aku semakin ingin tertawa saat melihatmu yang sedang asyik menikmati makanan ringan harus disembur air laut. Sebagian jaketmu sudah basah, rambutmu terlihat kaku dan acak-acakan. Ekspresi mukamu membuatku tertawa. Dan kau kemudian juga tertawa.

Ketika mesin perahu dimatikan, ibu di sampingku langsung mengucap syukur berkali-kali. Rupanya ia begitu cemas akan keselamatan dirinya. Aku dan kamu menimpali ekspresi serius ibu tadi dengan guyonan, “kan seru Bu.” Ibu tadi memasang muka tidak setuju dan kita tertawa olehnya :D

No comments:

Post a Comment

mau beri komentar, kritik atau saran, monggo...
komentar Anda sangat berarti :)