Memikirkan
mereka –bayu, mega, dan mentari– mengingatkanku pada kisah seorang Jlagra
(baca: jlogro) yang artinya itu kira-kira: orang yang pekerjaannya mencari batu
di kaki gunung kemudian menghancurkannya menjadi kecil-kecil, untuk kemudian dijadikan
bahan bangunan.
Kisah
ini kudapatkan waktu pelajaran bahasa jawa SD dulu. Judulnya Nrimo ing
Pandum. Kisah yang menarik dan banyak mengandung pesan moral ini masih
melekat di ingatanku hingga saat ini. Let me tell u about it.
Ceritanya,
Si Jlagra ini suatu hari mengeluhkan pekerjaannya yang berat. Ia
berandai-andai, ingin menjadi seorang raja. Ketika itu, muncullah sebuah suara
yang entah dari mana asalnya. Suara itu berkata, keinginan Si Jlagra bisa
terwujud.
Seketika, berubahlah Jlagra menjadi Raja. Ia naik kereta kencana. Kehadirannya ditunggu-tunggu rakyatnya, dan mereka semua menghormati raja.
Seketika, berubahlah Jlagra menjadi Raja. Ia naik kereta kencana. Kehadirannya ditunggu-tunggu rakyatnya, dan mereka semua menghormati raja.
Sedang
menebar senyum ke kanan-kiri, tiba-tiba raja terganggu oleh cahaya matahari
yang menyilaukan. Raja berfikir. “Ternyata matahari lebih hebat daripada raja.
Aku ingin menjadi matahari.” Seketika Raja berubah menjadi matahari. Ia bahagia
sekali bisa menerangi bumi, dan dibutuhkan semua orang.
Tapi
tak lama kemudian, mendung datang. Menghalangi sinar matahari sampai ke bumi.
Matahari kesal. “Sial, rupanya awan mendung bisa menghalangiku. Aku ingin
menjadi awan mendung saja.” Lagi-lagi permintaan matahari terwujud. Ia kini
telah berubah menjadi awan mendung. Senang rasanya bisa menghalangi sinar
matahari yang luar biasa kilauannya. Hingga menjadikan bumi gelap gulita.
Namun
tanpa diduga, angin berhembus. Membuat awan tersingkir. Awan mendung kembali
kesal. “Rupanya angin lebih hebat. Dia bisa menyingkirkan dan menghancurkan apa
saja yang ia mau. Aku ingin menjadi angin saja.” Untuk kesekian kali, permintaannya
dikabulkan. Awan mendung telah berwujud angin. Ia bangga bisa merobohkan apa
saja yang ditiupnya. Ia tertawa puas.
Ketika
sampai di gunung, tawanya terhenti. Ia gagal merobohkan gunung. “Ternyata
gunung yang paling hebat. Dia tetap kokoh berdiri meski diterjang angin kuat
sekalipun. Aku ingin menjadi gunung.” Dan hore, kini angin telah menjadi
gunung. Ia begitu bangga akan kegagahannya. Ia benda terbesar dan terkuat di
bumi.
Baru
saja tersenyum bahagia, tiba-tiba gunung merasakan sakit di kakinya. Setelah
dilihatnya, ternyata di sana ada seorang Jlagra sedang bekerja mencari bebatuan
di kaki gunung. Ia tidak tahan merasakan sakitnya, hingga akhirnya ia pun
berkata: “Aku ingin menjadi jlagra.”
Kini
gunung telah kembali menjadi jlagra, wujud aslinya. Ia tersadar bahwa takdirnya
memanglah menjadi seorang jlagra. Kini ia tidak lagi mengeluh dan minta yang
aneh-aneh. Karena sebagai manusia, kita harus Nrimo ing Pandum, yang
artinya harus menerima kenyataan dan mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan.
Yakinlah
bahwa apa yang kita peroleh saat ini merupakan yang terbaik dari Allah SWT,
Tuhan kita. Karena Allah memberikan sesuatu sesuai kemampuan kita yang pastinya
kita bisa melakukannya dan menjaganya dengan baik.
Jadi,
tetep amanah dan istiqomah yaa J
No comments:
Post a Comment
mau beri komentar, kritik atau saran, monggo...
komentar Anda sangat berarti :)