Dua lelaki, aku mengenal salah satunya. Teman baikku, si
pemilik rambut ikal dan senyum memikat. Yang satunya? Entah siapa. Rasanya aku
baru melihatnya pertama kali. Laki-laki bertubuh gempal dan berwajah sangar.
Dia sangat cuek. Tapi kenapa orangtuaku begitu mempercayainya untuk menjagaku?
Aku bahkan tidak tahu siapa namanya. Diapun tidak memperkenalkan diri. Dingin.
Sedingin angin malam yang membuatku merasa tidak sehat esok paginya.
---
Mungkin orangtuaku masih merasa kecewa, karena lelaki
pilihanku, yang kuanggap serius dan mau segera menikahiku, malah terkesan
menghindar. Kenapa? Aku bahkan tidak pernah mendapat kepastian ketika aku
mencoba membahas pernikahan kami bersamanya. Dia selalu bilang, Ah
gampanglah, aku sibuk, masih ada yang harus aku kerjakan. Selalu seperti
itu, hingga akhirnya orang tuaku kesal, dan dia menghilang perlahan dari
kehidupanku.
Kecewa, aku tak mau pusing lagi memikirkan rencana indah
pernikahan jikalau akhirnya hancur berantakan seperti ini. Kujalani hidup
sewajar mungkin. Meski tak dapat kupungkiri, tatapan iba ibu selalu membuatku
merasa bersalah, karena batal memenuhi keinginannya untuk segera melihatku
duduk di pelaminan.
Selang beberapa minggu, kulihat seorang lelaki datang ke
rumah dan mengobrol santai dengan bapak. Aku tidak mengenalnya, lelaki itu,
ketika aku keluar untuk pamit hendak pergi pada bapak, menatapku sekilas sambil
menaruh rokoknya yang hampir habis ke dalam asbak cokelat tua. Setelah berpesan
agar aku berhati-hati, bapak kutinggalkan bersama lelaki bertato itu.
----
Aku tidak ingat bagaimana ceritanya, hingga hari ini aku
bisa berada di sebuah pusat perbelanjaan dan membeli segala kebutuhan
pernikahanku bersama dia, lelaki yang dua hari lalu berkunjung ke rumahku. Rasanya
seperti mimpi, tapi ini nyata. Aku akan segera menikah dengannya. Tidak butuh
waktu lama untuk kami berbelanja, karena dia begitu cuek dan begitu mempercayai
pilihanku dalam segala hal. Entah warna baju, entah dekorasi, suvenir atau pernak-pernik
pernikahan lain.
Baiklah.. sedikit aneh memang. Tapi inilah dia, persiapan
pernikahan yang tidak pernah terduga dan terbayangkan sebelumnya. Calon suamiku
berwajah sangar dan bertato, mirip preman. Tapi entah kenapa tidak ada
penolakan sama sekali dari diriku. Bagiku bukan masalah besar, ketika kedua
orangtuaku merestui, bahkan menyarankan aku menjadi istrinya. Apapun yang akan
terjadi, semoga kebahagiaan menyertai kehidupan pernikahan kami. Dan rencana
pernikahan ini tidak gagal (lagi).
----
No comments:
Post a Comment
mau beri komentar, kritik atau saran, monggo...
komentar Anda sangat berarti :)