Jika sebagian orang boleh bangun
agak siang di hari Minggu, mungkin aku bukan salah satu diantaranya. Karena aku
justru harus bangun pagi-pagi sekali, demi tak ketinggalan bus jurusan
Semarang.
Bus besar yang dingin itu biasanya tidak terlalu penuh, karena
penumpangnya hanya beberapa orang yang butuh pergi ke Demak atau Semarang di
minggu pagi. Bis besar ini nantinya akan berhenti di Terminal Terboyo. Membuatku
harus berpindah bus lagi demi bisa sampai ke kampusku di daerah Mangkang. Tak
perlu bingung, karena sesampainya di Terboyo, bus-bus kecil warna kuning akan
segera menyambutmu. Sudah pasti di kaca bagian depan bis terdapat nama daerah
yang dituju bis tersebut.
Ada dua jalur berbeda yang bisa kau pilih untuk bisa
sampai ke Mangkang. Pertama lewat kota. Kamu akan melewati Pasar Karang Ayu,
Paragon Mall, dan Tugu Muda yang sering ramai karena dijadikan lokasi berkumpul
acara sepeda bareng atau sekedar dijadikan tempat olahraga pagi warga Semarang.
Agak lama karena rute yang ramai, dan jarak tempuhnya lebih jauh.
Pilihan
kedua, lewat pelabuhan. Pelabuhan Tanjung Emas lho ya, bukan Tanjung Perak ;)
Lewat pelabuhan akan lebih cepat, karena jalan tidak terlalu ramai dan jarak
tempuhnya lebih pendek. Keuntungan lain, kau akan disuguhi pemandangan laut
yang sangat indah. Merasakan hembusan angin laut, sambil memandangi kapal-kapal
dan container-container yang berdiam di sekitar pelabuhan. Menyenangkan sekali.
Namun pagi ini bukan bus besar
dingin yang membawaku ke Terboyo, melainkan mobil kecil kepunyaan saudaraku.
Ya, sebenarnya pagi ini aku enggan sekali berangkat kuliah. Tapi apa daya,
malamnya pakdeku malah bilang kalau dia mau ke Semarang pagi besok, jadi aku
akan sekalian diangkutnya. Harusnya aku senang, karena itu berarti aku hemat
enam ribu rupiah. Tapi apa artinya keberangkatanku pagi ini.
Aku belum belajar,
padahal pagi ini pertemuan ke tiga, yang berarti tiap tutor akan memberikan
tugas mandiri. Semacam ulangan kalau anak sekolah bilang. Dan akupun belum
mengerjakan satupun tugas rumah yang diberikan para tutor. Bahkan sekedar
membuka buku modul yang diberikan cuma-cumapun aku tidak menyempatkannya. Belum
lagi tugas online. Aku lebih suka nge-tweet atau update status via facebook,
daripada harus mendownload materi tutorial yang ada. Hm.. betapa buruknya aku.
Lima soal yang dibagikan tutor
pertama serasa 100 soal. Lebay sekali. Tapi faktanya demikian. Aku Cuma
memandang kertas soal itu tanpa tahu apa yang akan ku tulis di lembar jawab.
Aku hanya pura-pura menghitung menggunakan kalkulator scientific-ku. Ketika
tutorku mendekat untuk melihat pekerjaanku, aku akan segera menutupinya dengan
kertas soal, karna aku belum menuliskan apa-apa. Sial, siapa yang mau ngasih
contekan? Hey, please jangan pelit-pelit. Kalian bisa kan?
Ah tapi aku juga malu kalau harus
tanya jawaban dari semua nomor. Yasudahla, sebisanya aja. Anggep aja tadi kamu
dolan, terus disuruh ikut ujian.
Satu demi satu Tugas Mandiri
terlewati. Aman, ga ketahuankalau aku tidak bisa. Lebih tepatnya belum
ketahuan, Karena pasti minggu depan tutor-tiutor kami sudah selesai memeriksa
jawaban kami :3 dan saat itulah aku akan benar-benar pasrah.
Aku lebih pasrah lagi, ketika para
Tutor menyuruh salah satu dari kami mengumpulkan PR teman-teman sekelas ke
depan. Aku belum mengumpulkan dua-duanya. Tugas wajib dan tugas tambahan,
karena aku bolos minggu lalu. Sial. Jumlah mahasiswa yang Cuma dua puluhan pun
menjadikan kami begitu kentara ketika tidak mengumpulkan tugas.
“Teman-teman Kudus, mana
kerjaannya?”
Aku dan empat teman yang sama-sama
dari Kudus hanya saling pandang, diikuti pandangan kepo teman-teman yang lain.
Sebenarnya kami ber-enam, hanya saja satu temanku selalu bekerja dan tidak
dapat cuti, jadi dia selalu absen.
“Ketuanya siapa?”
Dan ketika teman-teman menyebut
namaku, matilah aku. Pasrah deh. Ah, kenapa kalian menjadikanku kambing hitam??
“Kenapa ngga dikerjakan?” tanya
Tutor kelahiran tahun 50 itu.
“Kami masih kesulitan Pak.”
Jawabku apa adanya. Entah hukuman apa yang akan kuterima, aku benar-benar malas
membayangkannya.
Tak kusangka, pak tutorku tidak
marah dan tidak menghukum kami. Ia malah mengajari kami dengan sabarnya. Aku
dan kelima temanku terperangah. Kami malah jadi malu sendiri. Malu sekali.
Apa-apaan kami, malas sekali. Tidak mau berusaha mengerjakan.
*
Pukul 16.30 di dalam bus menuju
Kudus, kami masih mebicarakan sikap tak biasa Pak Tutor kami. Ia benar-benar
menyadarkan kami. Dan membuat kami kembali semangat untuk belajar, meski dengan
tertatih-tatih. Motonya: Matematika itu mudah!
hahaha, mudah :’)
hahaha, mudah :’)
No comments:
Post a Comment
mau beri komentar, kritik atau saran, monggo...
komentar Anda sangat berarti :)